Beranda | Artikel
Silsilah Fiqih Pendidikan Anak #101: Anak dan Pendidikan Seksual Bagian 4
Senin, 10 Oktober 2022

Pada pertemuan sebelumnya telah disampaikan beberapa arahan global untuk membantu orang tua melakukan edukasi yang benar kepada anak tentang masalah pendidikan seksual. Berikut kelanjutannya:

Kelima: Jauhkan anak dari ikhtilath

Ikhtilat adalah bertemunya laki-laki dan perempuan (yang bukan mahramnya) di suatu tempat secara campur-baur dan terjadi interaksi di antara laki-laki dengan wanita itu.

Pada zaman sekarang ini, ikhtilat sepertinya sudah menjadi budaya dan tradisi di mana-mana. Tidak ada tempat melainkan di sana ada ikhtilat. Dalam dunia pendidikan, kampus, dunia kerja, pusat perdagangan, tempat hiburan, rekreasi, bahkan sampai pada angkutan umum, baik darat, laut maupun udara.

Dalam dunia pendidikan di tingkat sekolah, dari TK sampai tingkat lanjutan para siswa telah terbiasa dengan tradisi semacam ini. Kelas yang menjadi tempat belajar mereka setiap harinya tidak ada sekat yang memisahkan antara siswa laki-laki maupun perempuan. Mereka terbiasa dengan diskusi bersama, bercanda bersama, belajar bersama, makan di kantin berbaur dengan teman-teman perempuan, pulang pergi sekolah juga beramai-ramai dengan mereka sembari mengobral canda tawa, dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya secara bersama-sama. Inilah yang kemudian menjadi pemandangan dalam setiap harinya dan telah menjadi tradisi di antara mereka yang apabila tidak mereka lakukan akan terasa hambar aktivitas dan pergaulannya.

Tradisi semacam ini ditambah kondisi masyarakat yang secara umum bersikap apatis serta awam terhadap ilmu agama, pula pengaruh yang kuat dari budaya barat yang terus menyebar ke setiap pelosok negeri ini. Sekaligus dianggap sebagai legitimasi akan baik dan wajarnya budaya tersebut yang sejatinya tidaklah sesuai dengan nilai-nilai islam yang mulia.

Banyak sekali hasil penelitian yang memaparkan betapa tragis dan mengerikan kondisi masyarakat yang diakibatkan oleh pergaulan bebas yang berawal dari anggapan wajar dan sah akan khalwat (berduaan) maupun ikhtilat di tengah-tengah mereka.

Munculnya kasus-kasus perselingkuhan di dunia perkantoran antara bos dengan sekretarisnya, atau majikan dengan pembantunya, atau guru dengan muridnya, dosen dengan mahasiswinya, atau yang semisalnya adalah bersumber dari pergaulan mereka yang tidak lepas dari kebiasaan khalwat maupun ikhtilat.

Ikhtilat atau percampuran bebas antara lawan jenis merupakan unsur paling menentukan untuk terjadinya masalah-masalah seksualitas, penderitaan psikologis, serta rangsangan naluri. Dari percampuran bebas inilah yang kemudian memunculkan kasus-kasus lain seperti kasus aborsi, kelahiran yang tidak diinginkan, bunuh diri, hamil di luar nikah, semakin menjamurnya dunia prostitusi, pembunuhan, pencurian, kasus narkoba, dan kasus-kasus kriminalitas lainnya. Belum lagi kebiasaan itu akan berimbas pada buruknya masalah sosial, psikologis, pergaulan, mental, kepribadian dan dampak-dampak buruk lainnya.

Para ulama telah menjelaskan akan haramnya ikhtilat dan dampak negatif darinya dengan membawakan dalil-dalil yang sahih. Di antaranya ialah hadits tentang aturan shaf shalat berjamaah,

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Shaf yang terbaik bagi laki-laki ialah yang terdepan, dan yang terburuk ialah yang paling belakang. Adapun shaf yang terbaik bagi perempuan ialah yang paling belakang, dan yang terburuk ialah shaf yang paling depan.” HR. Muslim

Imam Nawawi berkata, “Adapun keutamaan shaf terakhir bagi perempuan karena jauhnya mereka dari bercampurnya dengan laki-laki, pandangannya terhadap mereka, keterikatan hati dengannya saat melihat gerakannya, mendengar percakapannya atau yang semisalnya. Sementara jeleknya shaf terdepan bagi perempuan karena alasan dari kebalikan itu semua. Wallahu a’lam.”

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 19 Muharram 1439 / 9 Oktober 2017


Artikel asli: https://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-pendidikan-anak-101-anak-dan-pendidikan-seksual-bagian-4/